Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Tsauban merupakan salah satu maula (budak yang dimerdekakan) Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang sangat mencintai beliau sehingga tak mau lepas darinya. Dia selalu tak sabar ingin cepat-cepat menatap wajah Rasulullah, bila sekali waktu terpisah dari kekasih Allah tersebut. Suatu hari Rasulullah melihat Tsauban dengan muka yang masygul. Dari raut mukanya terlihat menyimpan guratan kesedihan.

 

“Kenapa wajahmu murung begitu, Tsauban?”. Tanya Rasulullah. “Tidak apa-apa, Rasulullah”. Jawabnya. “Aku tidak sakit. Hanya, kalau tidak melihatmu, aku kesepian. Kemudian, kalau teringat akhirat, aku takut tak dapat melihatmu lagi. Sebab, kau diangkat ke surga tertinggi bersama para nabi. Lalu, mana tempatku dibanding tempatmu? Mana peringkatku dibanding peringkatmu? Dan, jika aku tidak masuk surga, niscaya aku tak dapat melihatmu lagi selamanya”.

 

Begitulah cinta Tsauban kepada Rasulullah, sangat besar. Hingga ia sampai kepikiran tentang kebersamaannya dengan Rasulullah di akhirat kelak. Apakah dirinya bisa bersama Rasulullah atau tidak. Rasulullah terharu dengan jawaban Tsauban tersebut. beliau juga menjadi kasihan dengan pelayannya itu. Namun tak lama setelah itu turun wahyu kepada Rasulullah, yaitu Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 69:

 

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

 

“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

 

Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah menjelaskan: “Barangsiapa menaati perintah-perintah Allah dan Rasulullah, maka mereka itu bersama dengan orang yang diberi nikmat dengan dimasukkan surga, mendapatkan ridha Allah, dan derajat yang luhur, yaitu para nabi yang diberi wahyu berupa syariat oleh Allah, dan orang-orang yang sangat mengimani agama Allah, kitab-kitabNya, dan para rasul-Nya, dan orang-orang yang beramal shalih. Itulah sebaik-baik teman di surga. Ayat ini turun untuk Tsauban, seorang sahabat Rasulullah. Tsauban sangat mencintainya, sangat tidak sabar ingin bertemu dengannya, selalu mengingat akhirat dan khawatir jika dia masuk surga tidak bisa melihat rasulullah SAW karena beliau bersama dengan para Nabi, dan jika dia tidak masuk surga, maka itu ia tidak bisa melihat beliau selamanya. Lalu Allah SWT menurunkan ayat ini.” (Tafsir Al-Wajiz)

 

Sebaik-baik teman menurut ayat di atas adalah para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.

 

Para nabi merupakan orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menerima wahyu dan menyebarluaskannya kepada umat manusia. Karenanya para Nabi harus besikap benar, memiliki kesungguhan dalam perjuangan dan menegakkan nilai-nilai kebenaran itu dan siap menanggung resiko dalam perjuangan menegakkan nilai-nilai kebenaran. Kisah tentang dakwah sudah diukir para nabi dan rasul hidup sejak dahulu kala. Mereka menyeru umatnya untuk menyembah Allah. Layaknya manusia-manusia pilihan, jalan mereka tak pernah sepi dari tantangan dan rintangan. Mereka sabar dalam mendidik umatnya، meskipun kadang mendapat perlawanan yang ganas dari mereka.

 

Shiddiqin (orang-orang yang membenarkan risalah para nabi) dengan sikap, pembicaraan dan tingkah lakunya yang benar akan membuatnya selalu mengarah atau berorientasi pada kebaikan, sedangkan kebaikan akan mengantarkannya kepada syurga. Sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

 

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا (رواه مسلم)

 

“Kalian harus jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.” (HR. Muslim)

 

Syuhada adalah orang-orang yang mati syahid, mereka disebut syahid karena berjuang menegakkan agama Allah hingga kematian mencapai mereka dalam perjuangan itu, mereka menjadi saksi atas kebenaran yang diperjuangkannya, karena itu mereka memperoleh kenikmatan tersendiri disebabkan kematian yang begitu mulia. Allah berfirman,

 

وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ

 

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al-Baqarah: 154)

 

Orang-orang shaleh adalah orang yang selalu berusaha mewujudkan kebaikan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakatnya.

 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap

orang-orang yang tidak sezaman denganya tapi beriman kepadanya sebagai saudara. Dari Anas bin Malik radhiyallohu ‘anhu berkata: Rasulullohu shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

وددت اني لقيت اخواني قال فقال اصحاب النبي صلى الله عليه وسلم اوليس نحن اخوانك قال: بل انتم اصحابي ولكن اخواني الذي امنوا بي ولم يروني. (رواه احمد)

 

“Aku rindu ingin bertemu dengan saudara-saudaraku!” Para sahabat nabi radhiyallohu ‘anhum berkata: Bukankah kami saudara-saudaramu? Beliau bersabda: Kalian adalah para sahabatku, tetapi saudara-saudaraku adalah orang-orang yang telah beriman kepadaku dan belum bertemu denganku.” (HR. Ahmad)

 

Kata rafiq dalam ayat Al-Qur’an di atas, kalau boleh disimpulkan adalah teman sesurga meskipun di dunia tidak sezaman. Walaupun tidak sezaman mereka memiliki sinyal yang sama yaitu taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya.

 

Memiiliki teman tidak sezaman yang akan

mengantarkan kita ke surga sangatlah penting. Demikian pula teman yang sezaman yang akan mengantar kita ke surga juga penting. Imam Syafi’i berkata, “Jika engkau punya teman yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah, maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskan. Karena mencari teman baik itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali.”

 

Demikian juga Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Perbanyaklah sahabat-sahabat mukminmu, karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat.”

 

Faedah:

 

Satu, surat An-Nisa ayat 69 merupakan kabar gembira bagi Tsauban dan umat Islam pada umumnya, bahwa kita bisa dikumpulkan di akhirat bersama para nabi, siddiqin, syuhada dan orang-orang sholeh meskipun tidak sezaman, apabila di dunia taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

 

Dua, para nabi, siddiqin, syuhada dan orang-orang shaleh merupakan sebaik-baik teman.

 

Tiga, Nabi Muhammad menganggap orang-orang yang tidak sezaman dengannya namun beriman sebagai saudara-saudaranya.

 

Empat, kata rafiq dalam ayat Al-Qur’an di atas disimpulkan sebagai teman sesurga meskipun di dunia tidak sezaman

 

Lima, memiliki teman tidak sezaman yang mengantarkan kita kepada surga sangatlah penting. Demikian pula teman sezaman yang mengantar kita kepada surga juga penting. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *