Oleh: Hayat Abdul Latief
Tidaklah Allah SWT menyuruh sesuatu dan Rasulullah mencontohkannya kecuali di dalamnya ada maslahat Dan tidaklah Allah melarang sesuatu kecuali di dalamnya ada mafsadat. Sebelum lebih lanjut membahas puasa, mari kita cermati sekelumit tentang fiqih Muwazanah.
Fikih pertimbangan dan perbandingan (Fikih Muwazanah) sangat berguna dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari kaum Muslimin lebih-lebih lagi pada zaman serba cepat seperti sekarang, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan mengatur kehidupan dunia dengan mengacu kepada Syariat Islam, karena itu merupakan dasar dan asas bagi kehidupan sosio-politik kaum Muslimin.
Muwazanah yang betul mestilah berdasarkan ke atas pengetahuan level atau derajat hukum-hukum syara’, yaitu derajat maslahah dan derajat mafsadah. 3 bagian fikih Muwazanah:
Satu, keseimbangan sesama kebaikan (maslahah) antara satu maslahah dengan maslahah yang lain. Ini berlaku dari segi bentuknya, keluasannya, kedalamannya, dampaknya, keberlangsungannya dan kebersinambungannya.
Pada waktu Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah SAW lebih mengutamakan maslahat masa hadapan yang pasti akan didapatkan daripada kemaslahatan sementara yang nampak pada pandangan kebanyakan sahabat ketika itu.
Dalam perjanjian tersebut, Rasulullah SAW telah menerima beberapa syarat daripada pihak Kafir yang jika sekilas dipandang seolah-olah merugikan dan merendahkan pihak kaum Muslimin. Di antaranya, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menerima untuk menghapus bacaan Bismillah dari naskhah perjanjian dan diganti dengan kalimah Bismika Allahumma, dan nama Muhammad, Rasulullah diganti dengan Muhammad Ibn Abdullah.
Hasilnya, setelah dikukuhkan Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dan para sahabat dapat bergerak dengan bebas dan masuk ke dalam daerah-daerah musuh untuk menyebarkan risalah Islam, baik di kalangan rakyat awam atau pun keluarga para raja dan pembesar negeri.
Kedua, keseimbangan sesama keburukan (mafsadah) antara satu mafsadah dengan mafsadah yang lain. Sama seperti tumpang tindih 2 maslahat, tumpang tindih antara2 mudarat juga ada martabat dan darjat yang berbeda antara satu sama lain. Madarat yang menimpa perkara emergency adalah lebih tinggi keutamaannya berbanding mudarat yang menimpa perkara kebutuhan atau hajat lainnya. Kerusakan yang menimpa harta benda lebih rendah derajatnya daripada yang menimpa jiwa, dan kerusakan yang menimpa jiwa lebih rendah derajatnya daripada yang menimpa agama dan aqidah.
Mari kita simak selumit kisah tentang Nabi Musa yang berguru kepada Nabi Khidir berikut,
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Awalnya Nabi Musa memprotes perilaku Nabi Khidir yang membocorkan dan merusak perahu milik anak yatim yang digunakan sebagai sarana mata pencaharian mencari ikan. Namun setelah dijelaskan bahwa di sana ada raja yang akan mengambil setiap perahu yang bagus dengan cara merampas. Raja itu merampas perahu-perahu penduduk yang bagus di situ untuk digunakan oleh tentera raja itu untuk menyerang negeri itu. Raja itu sedang mengumpul peralatan tentera. Apabila Raja melihat perahu itu sudah rusak, dia tidak jadi mengambilnya. Nabi Khidir membocorkan perahu itu sedikit – yang bisa diperbaiki di kemudian hari dan bisa dipergunakan kembali sebagai sarana pemuda tersebut untuk mencari ikan sebagai penghidupan sehari-hari.
Tiga, keseimbangan antara maslahah dan mafsadah apabila kedua ciri ini saling mendominasi antara satu sama lain. Pastinya, apabila ada pertarungan antara mudarat dan maslahat berlaku dalam sesuatu urusan, secara muda pastilah kita akan memilih maslahat dan menolak yang mudarat.
Apabila kadar kerusakan lebih tinggi dan lebih banyak daripada kadar kemanfaatan dan kebaikan di dalam sesuatu perkara, maka perkara tersebut dilarang dan ditegah daripada melakukannya. Ada pun manfaat dan kebaikan sedikit yang ada di dalamnya tidak diambil kira dan mesti diabaikan.
Contohnya dalam perkara arak dan judi. Arak bisa menghangatkan badan, sementara judi bisa menyebabkan seseorang itu menjadi kaya sekejap mata. Bagaimanapun, manfaatnya itu sangatlah kecil dan sempit berbanding dengan kerusakan dan mudarat yang timbul darinya. Dalam quran pun ada disebut mengenai hal ini:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…..” (QS. Al-Baqarah: 219)
Apabila kadar kemanfaatan dan kebaikan lebih besar dan lebih banyak daripada kadar kerusakan dan kemudaratan di dalam sesuatu masalah, maka masalah tersebut diharuskan mengikut pandangan Syariat Islam. Berkaitan dengan judi dan khamar pada akhirnya secara tegas Al-Qur’an mengharamkan keduanya.
…..
Secara dzahir puasa memang membuat lapar, haus dan melemahkan kekuatan badan. Namun perlu ditegaskan ulang bahwa di dalam setiap perintah Allah dan sunnah Rasulullah ada maslahat, keberkahan, manfaat dan kebaikan yang berkesinambungan – ini bisa ditinjau dari hikmah dan filosofi tasyri’ puasa. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

