Kegagalan Salman Rushdie dalam Menebar Fitnah terhadap Islam

Oleh: Hayat Abdul Latief

Salman Rushdie, seorang novelis asal India-Inggris, menjadi pusat kontroversi dunia sejak penerbitan novelnya The Satanic Verses pada tahun 1988. Buku ini dianggap oleh banyak umat Islam sebagai penghinaan terhadap agama Islam, Nabi Muhammad SAW, dan Al-Qur’an. Meskipun karya ini memicu reaksi keras, upaya Rushdie untuk merendahkan Al-Qur’an secara intelektual dinilai gagal dari berbagai aspek.

Kegaduhan yang diciptakan justru memperkuat posisi Al-Qur’an sebagai kitab suci yang tidak dapat ditandingi oleh karya manusia mana pun.

Kritik terhadap Al-Qur’an dalam karya Rushdie dianggap lebih bermotif provokasi daripada analisis serius. Kritik semacam ini sering kali menggunakan pendekatan yang mengabaikan konteks sejarah, budaya, dan nilai spiritual yang mendalam dalam Islam.

Rushdie dianggap melakukan penghinaan terhadap Islam, khususnya Nabi Muhammad SAW, melalui novel The Satanic Verses. Novel tersebut memuat elemen-elemen yang oleh banyak orang Muslim dianggap menghina dan mencemarkan agama. Reaksi terhadap buku ini sangat kuat, termasuk adanya fatwa hukuman mati yang dikeluarkan oleh Ayatollah Khomeini pada tahun 1989.

Rushdie dianggap mengorbankan kejujuran intelektual demi sensasi atau kebebasan berekspresi tanpa mempertimbangkan konsekuensi moral dan dampaknya terhadap komunitas yang ia kritik.

Berikut adalah alasan-alasan kegagalan tersebut:

Satu, keaslian Al-Qur’an yang tidak terbantahkan. Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diyakini sebagai wahyu Allah SWT. Keaslian teks Al-Qur’an telah terjaga selama lebih dari 14 abad tanpa perubahan sedikit pun. Bahkan, para ilmuwan dan sejarawan sepakat bahwa tidak ada kitab kuno lain yang memiliki tingkat autentisitas dan konservasi seperti Al-Qur’an.

Dua, tantangan sastra Al-Qur’an yang tidak tertandingi. Al-Qur’an tidak hanya menjadi kitab suci, tetapi juga karya sastra yang tidak tertandingi. Dalam QS. Al-Baqarah: 23, Allah SWT menantang siapa pun yang meragukan Al-Qur’an untuk membuat satu surah yang sebanding. Hingga kini, tidak ada satu pun yang berhasil menjawab tantangan ini, termasuk Rushdie.

Tiga, ketidaktahuan terhadap konteks sejarah Islam. Dalam upayanya menghina Al-Qur’an, Rushdie menunjukkan pemahaman yang dangkal terhadap sejarah dan konteks wahyu. Karya The Satanic Verses mengacu pada kisah yang tidak berdasar dalam sumber-sumber utama Islam, seperti hadis sahih atau tafsir Al-Qur’an yang kredibel.

Empat, reaksi umat Islam yang memperkuat keyakinan. Alih-alih menghancurkan kepercayaan umat Islam terhadap Al-Qur’an, kontroversi yang diciptakan Rushdie justru memperkuat keyakinan umat terhadap kitab suci ini. Banyak orang yang awalnya tidak mengetahui tentang Al-Qur’an menjadi penasaran dan mempelajari isinya.

Lima, kebangkitan diskusi filosofis dan teologis. Karya Rushdie memicu gelombang diskusi yang lebih besar tentang kebebasan berekspresi, agama, dan penghormatan terhadap keyakinan. Dalam diskusi ini, umat Islam menggunakan pendekatan logis dan akademis untuk membela Al-Qur’an.

……

Upaya Salman Rushdie untuk menghina Al-Qur’an melalui karya-karyanya tidak hanya gagal secara intelektual, tetapi juga memperlihatkan ketidakmampuannya memahami kekuatan spiritual dan sejarah kitab suci ini. Al-Qur’an tetap menjadi pedoman hidup bagi miliaran umat Islam di seluruh dunia, dan penghinaan seperti ini tidak mengurangi keagungan maupun kredibilitasnya. Wallahu a’lam.

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Alumni Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *