Biografi Ringkas Ibn Qayyim al-Jauziyyah
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Syamsuddin Muhammad Abu Bakr bin Ayyub bin Sa’d bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-Zur’i ad-Dimasyqi dan dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dia dilahirkan pada tanggal 7 Shafar tahun 691 H. Dia tumbuh dewasa dalam suasana ilmiah yang kondusif. Ayahnya adalah kepala sekolah al-Jauziyah di Dimasyq (Damaskus) selama beberapa tahun. Karena itulah, sang ayah digelari Qayyim al-Jauziyah. Sebab itu pula sang anak dikenal di kalangan ulama dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Dia memiliki keinginan yang sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Tekad luar biasa dalam mengkaji dan menelaah sejak masih muda belia. Dia memulai
perjalanan ilmiahnya pada usia tujuh tahun. Allah mengkaruniainya bakat melimpah
yang ditopang dengan daya akal luas, pikiran cemerlang, daya hapal mengagumkan,
dan energi yang luar biasa. Karena itu, tidak mengherankan jika dia ikut berpartisipasi
aktif dalam berbagai lingkaran ilmiah para guru (syaikh) dengan semangat keras
dan jiwa energis untuk menyembuhkan rasa haus dan memuaskan obsesinya terhadap
ilmu pengetahuan. Sebab itu, dia menimba ilmu dari setiap ulama spesialis sehingga
dia menjadi ahli dalam ilmu-ilmu Islam dan mempunyai andil besar dalam berbagai
disiplin ilmu.
Ibnu Qayyim telah berguru pada sejumlah ulama terkenal. Mereka inilah yang
memiliki pengaruh dalam pembentukan pemikiran dan kematangan ilmiahnya. Inilah
nama guru-guru Ibnu Qayyim.
1. Ayahnya Abu Bakr bin Ayyub (Qayyim al-Jauziyah) di mana Ibnu Qayyim
mempelajari ilmu faraid. Ayahnya memiliki ilmu mendalam tentang faraid.
2. Imam al-Harran, Ismail bin Muhammad al-Farra’, guru mazhab Hanbali di Dimasyq. Ibnu Qayyim belajar padanya ilmu faraid sebagai kelanjutan dari apa
yang diperoleh dari ayahnya dan ilmu fikih.
3. Syarafuddin bin Taimiyyah, saudara Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah. Dia
menguasai berbagai disiplin ilmu.
4. Badruddin bin Jama’ah. Dia seorang imam masyhur yang bermazhab Syafi’i,
memiliki beberapa karangan.
5. Ibnu Muflih, seorang imam masyhur yang bermazhab Hanbali. Ibnu Qayyim
berkata tentang dia, “Tak seorang pun di bawah kolong langit ini yang
mengetahui mazhab imam Ahmad selain Ibnu Muflih.”
6. Imam al-Mazi, seorang imam yang bermazhab Syafi’i. Di samping itu, dia
termasuk imam ahli hadits dan penghafal hadits generasi terakhir.
7. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah Ahmad bin al-Halim bin Abdussalam an-Numairi.
Dia memiliki pengaruh sangat besar dalam kematangan ilmu Ibnu Qayyim.
Ibnu Qayyim menyertainya selama tujuh belas tahun, sejak dia menginjakkan kakinya
di Dimasyq hingga wafat. Ibnu Qayyim mengikuti dan membela pendapat Ibnu
Taimiyyah dalam beberapa masalah. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
penyiksaan yang menyakitkan dari orang-orang fanatik dan taklid kepada
keduanya, sampai-sampai dia dan Ibnu Taimiyyah dijebloskan ke dalam penjara
dan tidak dibebaskan kecuali setelah kematian Ibnu Taimiyyah.
Disiplin ilmu yang didalami dan dikuasai oleh Ibn Qayyim hampir meliputi semua ilmu syariat dan ilmu alat. Ibnu Rajab, muridnya, mengatakan, “Dia pakar dalam tafsir dan tak
tertandingi, ahli dalam bidang ushuluddin dan ilmu ini mencapai puncak di tangannya,
ahli dalam fikih dan ushul fikih, ahli dalam bidang bahasa Arab dan memiliki kontribusi
besar di dalamnya, ahli dalam bidang ilmu kalam, dan juga ahli dalam bidang tasawuf.”
Dia berkata juga, “Saya tidak melihat ada orang yang lebih luas ilmunya dan yang
lebih mengetahui makna Al-Qur’an, Sunnah dan hakekat iman daripada Ibnu Qayyim.
Dia tidak makshum tapi memang saya tidak melihat ada orang yang menyamainya.”
Ibnu Katsir berkata, “Dia mempelajari hadits dan sibuk dengan ilmu. Dia
menguasai berbagai cabang ilmu, utamanya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushuluddin,
dan ushul fikih.”
Adz-Dzahabi berkata, “Dia mendalami hadits, matan dan perawinya. Dia
menggeluti dan menganalisa ilmu fikih. Dia juga menggeluti dan memperkaya
khasanah ilmu nahwu, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih.”Ibnu Hajar berkata, “Dia berhati teguh dan berilmu luas. Dia menguasai perbedaan pendapat para ulama dan mazhab-mazhab salaf.” As-Suyuthi berkata, “Dia telah mengarang, berdebat, berijtihad dan menjadi salah satu ulama besar dalam bidang tafsir, hadits, fikih, ushuluddin, ushul fikih, dan bahasa Arab.”
Ibnu Tughri Burdi berkata, “Dia menguasai beberapa cabang ilmu, di antaranya
tafsir, fikih, sastra dan tatabahasa Arab, hadits, ilmu-ilmu ushul dan furu’. Dia telah
mendampingi Syaikh Ibnu Taimiyyah sekembalinya dari Kairo tahun 712 H dan
menyerap darinya banyak ilmu. Karena itu, dia menjadi salah satu tokoh zamannya
dan memberikan manfaat kepada umat manusia.”
Ibn Qayyim adalah ulama yang sangat produktif. Beliau menulis buku sebanyak 96 judul yang hingga saat ini dicetak berulang – ulang dan di-alihbahasakan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Beberapa yang terkenal diantaranya adalah Miftah Dar As-Sa’adah, Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah, Ahkam Ahl adz-Dzimmah, A’lam al-Muaqqi ‘in ‘an Rabb al-Alamin, Ighatsah al-Luhfan min Mashadir asy-Syaithan, At-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an, Tuhfah al-Maudud fi Ahkam al-Maulud, Ad-Da’ wa ad-Dawa’, Raudhah al-Muhibbin wa Nazhah al-Musytaqin, Ar-Ruh, Madarij as-Salikin baina Manazil Iyyaka Na’bud wa Iyyaka Nasta’in.
Sebagian orang tidak mampu membedakan antara Ibnu Qayyim al-Jauziyah
dengan Ibnu al-Jauzi karena kemiripan nama. Kesalahan ini telah berakibat pada
penisbahan beberapa kitab karya Ibnu al-Jauzi kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Kesalahan seperti itu terjadi karena kelalaian para penulis manuskrip atau karena
perbuatan orang-orang yang sentimen terhadap Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Sebagai bukti adalah bahwa Ibnu al-Jauzi adalah Abdurrahman bin Ali al-Qursyi,
wafat tahun 597 H. Meskipun dia adalah salah seorang ulama dari golongan Hanbali
yang terkemuka dan banyak menulis, tapi dalam kajian masalah nama-nama dan
sifat Allah SWT dia tidak mengikuti metode Imam Hanbal karena dia dalam hal ini
menempuh metode takwil. Ini jelas bertentangan dengan metodologi Ibnu Qayyim
sebab dia menempuh metode ulama salaf.
Adapun kematian Ibn Qayyim, dalam kitab-kitab biografi, disepakati bahwa Ibnu Qayyim al-Jauziyah wafat pada malam Kamis setelah azan Isya’, tanggal 13 Rajab tahun 751H. Dia dishalati setelah shalat Zhuhur keesokan harinya di Mesjid al-Umawi, kemudian di Mesjid Jarah dan dimakamkan di perkuburan al-Bab ash-Shaghir dekat makam ibunya di Damaskus. Semoga Allah merahmati beliau.