Oleh: Hayat Abdul Latief
Perjalanan manusia meskipun banyak episode dalam hidupnya sejatinya sangat singkat. Dari kelahiran sampai kematian merupakan lembaran sejarah yang akan dicatat oleh waktu.
Bumi yang dipijak, langit yang terbentang dan perputaran zaman menjadi saksi atas torehan jejak, terekam dalam buku induk di sisi Ar Rahman.
Bumi kita, di permukaanya tempat hunian bagi yang hidup, dan di perutnya tempat kuburan bagi yang mati. Firman Allah SWT,
اَلَمۡ نَجۡعَلِ الۡاَرۡضَ كِفَاتًا ،اَحۡيَآءً وَّاَمۡوَاتًا
Bukankah Kami jadikan bumi untuk (tempat) yang dihuni, bagi yang masih hidup dan yang sudah mati?
Selain sebagai hamba Allah SWT yang harus taat kepada-Nya, manusia juga sebagai pemakmur bumi yang disebut khalifatullah, wakil Allah SWT dalam mengolah kesejahteraan dan keseimbangan hidup, juga sebagai wakil dari Rasulullah SAW dalam pekerjaan sangat mulia menjadi da’i ilallah.
Sebagai hamba Allah SWT, manusia yang terlahir tidak memiliki apa-apa, harus sering-sering berlutut dan menempelkan wajah ke tanah yang dalam bahasa agama disebut ruku’ dan sujud yang merupakan rangkaian dari ibadah shalat. Firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).
Panutan kita, Rasulullah SAW ketika ada sesuatu yang menggangu hatinya dan ketenangan pikiran langsung ‘menggelar sajadah’ alias shalat, sesuai Hadits berikut,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزَعَ إِلَى الصَّلَاةِ.
Artinya, “Kebiasaan Rasulullah ketika menghadapi kesukaran adalah segera melakukan sholat.” (HR. Abu Dawud, Ahmad)
Allah SWT pun menyuruh Rasulullah SAW agar memperhatikan keluarga agar bersungguh-sungguh dan bersabar dalam shalat. Firman-Nya,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha [20]: 132).
Terakhir mari kita hayati isi kandungan pantun Melayu dan puisi karya Taufik Ismail ini,
Sepohon kayu daunya rimbun
Lebat buahnya serta bunganya
Walaupun hidup seribu tahun
Kalau tak sembahyang apa gunanya.
Kita lengkapi tulisan ini dengan puisi karya Taufik Ismail yang berjudul: *Sajadah Panjang*
Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar interupsi
Mencari rezeki, mencari ilmu
Mengukur jalanan seharian
Begitu terdengar suara azan
Kembali tersungkur hamba
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan rukuk
Hamba sujud dan tak lepas kening hamba
Mengingat Dikau
Sepenuhnya.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat
*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*