Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Berkaitan dengan shalat, Allah subhanahu wata’ala menyuruh Nabi kita Muhammad shalallahu’alaihi wasallam agar mengingatkan pentingnya shalat kepada keluarga dan anak-anak termasuk di dalamnya.

 

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

 

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mengerjakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)

 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

 

“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad dari Abdullah bin Amr bin Ash)

 

Bahkan jauh sebelumnya, Nabi Ibrahim dan Lukman sang Bijak Bestari menjadi teladan dalam hal tersebut.

 

رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ

 

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

 

Allah subhanahu wata’ala berfirman tentang nasehat Lukman Sang Bijak Bestari yang menasehati anaknya:

 

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

 

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Lukman: 17)

 

Shalat yang benar hakekatnya dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Kalau shalat ditinggalkan, otomatis perbuatan keji dan munkar menjadi merajalela sebagai dampak dari memperturutkan hawa nafsu.

 

Generasi yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu merupakan generasi yang dikhawatirkan dan tidak diharapkan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

 

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

 

“Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)

 

*Kesimpulan:*

 

*Satu,* perintah sholat merupakan hal yang sangat penting setelah perintah bertauhid kepada Allah subhanahu wata’ala.

 

*Dua,* saking pentingnya, sehingga Allah dan Rasu-Nya menyuruh orang tua agar memperhatikan shalat keluarga dan anak-anaknya, tentu setelah dirinya memperbaiki shalat.

 

*Tiga,* keturunan yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu merupakan generasi tercela yang tidak diharapkan. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *