Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Tulisan ini sebenarnya sebagai jawaban dari 2 status WA seseorang yang menurut saya ada ketimpangan di dalamnya. Status pertama: Mendingan tidak berilmu namun baik akhlaknya karena Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak, bukan menyempurnakan ilmu. Status kedua: Dengan banyak harta, maka banyak orang mendekat dan hormat. Tidak ada artinya orang yang berilmu kalau tidak punya harta.

 

Sikap muslim yang bijaksana tidak layak mengunggulkan ilmu daripada akhlak dan juga tidak layak mengunggulkan akhlak daripada ilmu – apalagi mengunggulkan harta daripada ilmu. Kedua-duanya (ilmu dan akhlak) harus berjalan seiring saling melengkapi, karena seorang muslim membutuhkan keduanya.

 

Pentingnya Ilmu

 

Dengan iman dan ilmu, manusia diangkat derajatnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

…يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ…

 

“…Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)

 

Iman memegang peranan penting dalam kehidupan. Orang yang beriman hidupnya akan terarah dan tidak dihanyutkan oleh hawa nafsu yang notabene tanpa ada tujuan yang hakiki. Demikian juga dengan ilmu, Sufyan Ats-Tsauri pernah mengatakan “Tiada sesuatu setelah kematian Nabi yang lebih mulia selain orang berilmu.”

 

Maka bagi seorang Muslim, seharusnya tidak ada halangan untuk mencari ilmu. Jangan sampai jabatan, harta, kondisi sakit, dan urusan dunia kita menjadi penghalang dalam mencari ilmu. Karena pada dasarnya, semua urusan Kita di dunia telah di atur oleh Tuhan Yang Maha Esa, Allah subhanahu wa ta’ala. Sedangkan ilmu, merupakan tuntutan yang harus dicari dan diperoleh dengan cara berusaha.

 

Pentingnya Akhlak 

 

Takwa juga akhlak yang baik, dua hal yang menyebabkan seseorang masuk surga. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

 

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ : تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ . وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ: الْفَمُ وَالْفَرْجُ

 

“Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam pernah ditanya mengenai apa penyebab terbanyak manusia masuk syurga? Nabi menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik”. Rasulullah SAW pun ditanya tentang apa penyebab terbanyak manusia masuk neraka? Nabi menjawab: “mulut dan kemaluan.” (HR. Majah dan Ahmad)

 

Menurut hadis di atas dua hal yang menyebabkan seorang masuk surga ada 2:

 

1. Takwa. Di antara jalan menuju takwa sebagai berikut:

 

a. Lebih memilih beratnya amal shaleh daripada kesenangan dunia.

 

b. Lebih memilih besungguh-sungguh (dalam Ketaatan) daripada bersantai-santai.

 

c. Lebih memilih rendah hati daripada kesombongan.

 

d Lebih memilih diam daripada terlalu banyak bicara tanpa makna.

 

e. Lebih memilih mematian daripada kehidupan.

 

f. Lebih memilih kebahagiaan akhirat daripada hiruk-pikuk dunia.

 

2. Akhlak yang baik. Akhlak yang baik berati seluruh prilaku umat manusia yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Hadist. Pengertian akhlak yang baik dengan acuan Al-Qur’an dan hadits merupakan pengertian yang universal. Bagi sebagian orang mengucapkan kata-kata benar di hadapan penguasa zalim dianggap sebagai kurang ajar atau makar. Namun menurut ajaran Islam hal demikian merupakan jihad yang paling mulia.

 

Jangan ada lagi statement yang menyesatkan: Lebih baik berakhlak meskipun bodoh daripada berilmu tapi tidak berakhlak. Orang berilmu bahasa arabnya alim atau ulama. Adakah orang, selain para nabi dan rasul, lebih mulia daripada alim-ulama? Kalau ada orang yang dianggap berilmu namun tidak berakhlak mulia, apakah layak disebut alim-ulama? Dan adakah orang yang berakhlak mulia belajar bukan dari ulama?

 

Apakah layak Haman anak desa cerdas yang meniti karir kemudian diangkat sebagai tangan kanan Firaun yang memiliki jabatan strategis, kemudian menolak kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa ‘alaihis salam disebut berilmu? Atau Qarun yang hafidz dan paham Taurat memilih kehidupan hedon daripada akhirat layak disebut berilmu? Pantaskah ada orang yang berilmu namun tidak takut kepada Allah disebut ulama? Lebih jauh lagi pantaskah Iblis yang tidak berakhlak kepada Allah dan sombong disebut berilmu?

 

Juga jangan ada lagi statement: Tidak ada artinya berilmu, kalau tidak memiliki harta. Benarlah kalam berikut: Ilmu lebih mulia daripada harta; Ilmu akan selalu menjagamu sedangkan harta kamulah yang menjaganya. Ilmu sebagai warisan para nabi sedangkan harta warisan Firaun, Qarun dan pecinta dunia. Alhasil, menurut keterbatasan pengetahuan saya, tidak disebut berilmu apabila tidak berakhlak dan tidak disebut berakhlak apabila tidak berilmu.

 

Melalui tulisan ini maka penting bagi setiap muslim untuk memiliki ilmu dan akhlak. Tidak boleh dikotomi antara ilmu dan akhlak. Kedua-duanya penting dan tidak boleh ditinggalkan. Dengan iman dan ilmu, Allah akan angkat derajat kita dan dengan takwa dan akhlak, Allah subhanahu wa ta’ala memasukan kita ke dalam surga.

 

Faedah:

 

Satu, jangan ada lagi statement: Mendingan tidak berilmu namun baik akhlaknya karena Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak, bukan menyempurnakan ilmu. Juga jangan ada lagi statement: Tidak ada artinya orang yang berilmu, kalau tidak punya harta.

 

Dua, Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat derajat seseorang karena iman dan ilmu.

 

Tiga, dua hal yang membuat seorang masuk surga; takwa dan akhlak mulia.

 

Empat, ilmu lebih mulia daripada harta; Ilmu akan selalu menjagamu sedangkan harta kamulah yang menjaganya. Ilmu sebagai warisan para nabi sedangkan harta warisan Firaun, Qarun dan pecinta dunia. Wallahu A’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *