Tawakkal Menurut Allah SWT dan Rasul-Nya

Oleh: Hayat Abdul Latief
Ketika Rasulullah bertanya kepada para sahabat, kebiasaan mereka menjawab dengan jawaban, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Maksudnya mereka meyakini bahwa sebaik-baik yang mengetahui segala sesuatu adalah Allah, kemudian rasul-Nya. Demikian juga dalam hal tawakal, Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.
Perhatikan firman Allah SWT sebagai berikut:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ
“….Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya….” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Membaca fadilah atau keutamaan tawakal bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan mencukupkan keperluannya, ada orang yang salah persepsi dengan anggapan tawakal adalah sikap pasrah, jumud, stagnan dan menafikan ikhtiar. Mari kita simak tawakal menurut Allah dan rasul-Nya:
*Tawakkal Menurut Allah SWT*
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
“…Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali ‘Imran: 159)
Jadi standar operasional tawakal menurut Allah SWT, harus didahului dengan azam atau tekad yang bulat (yang disertai dengan perbuatan untuk merealisasikannya). Menurut hemat penulis, azam, kalau diterapkan dalam keilmuan modern, merupakan rangkaian manajemen yang terdiri dari POAC (singkatan dari Planning, Organizing, Actuating dan Controlling).
*Tawakkal Menurut Rasulullah*
Nabi SAW memarahi seseorang karena hanya mengandalkan tawakal pada Allah tanpa mau berusaha. Anas bin Malik menceritakan, pada suatu hari ada seorang laki-laki berhenti di depan masjid untuk mendatangi Rasulullah. Unta tunggangannya dilepas begitu saja tanpa ditambat. Rasulullah bertanya, ”Mengapa unta itu tidak diikat?” Lelaki itu menjawab, ”Saya lepaskan unta itu karena saya percaya pada perlindungan Allah SWT.”
Maka Rasulullah menegur secara bijaksana, ”Ikatlah unta itu, sesudah itu barulah kamu bertawakal.” Lelaki itu pun lalu menambatkan unta itu di sebuah pohon kurma.
Dan Rasulullah menceritakan tawakal ala burung yang terbang pagi dalam keadaan lapar pulang petang dalam keadaan kenyang.
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُوا خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً
“Sungguh seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezekinya burung-burung. Mereka berangkat pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Al-Mubarak dari Umar bin Khathab).
Tawakal yang dilakukan burung adalah dengan terbang mencari makanan bukan diam duduk manis di sarang lantas mengharapkan makanan datang.
Demikian juga Umar Bin Khattab pernah memarahi seorang laki-laki yang duduk di masjid mengharapkan rezeki turun dari langit. Khalifah Umar sedang melihat keadaan rakyat. Di perjalanan keliling kota, Khalifah Umar melewati sebuah masjid yang di dalamnya ada sekelompok anak muda.
Mereka begitu asyik beribadah, bahkan ada salah satu dari mereka sangat khusyuk. Khalifah Umar kemudian masuk ke dalam masjid itu.
” Siapakah kalian?” tanya Khalifah Umar.
” Kami adalah sekelompok anak muda yang bertawakal kepada Allah. Sepanjang hari kami habiskan waktu untuk berzikir, berdoa, dan melakukan sholat sunah,” kata salah satu anak muda.
” Hai, anak muda, keluarlah dari masjid dan bekerjalah! Jangan kalian menjadi pembohong. Harus kalian tahu, Allah tidak menghujankan emas dari langit,” ucap Khalifah Umar dengan lantang.
Ucapan Khalifah Umar itu membuat sekelompok anak muda itu terkejut. Mereka sebelumnya berharap pujian dari Khalifah Umar.
” Wahai, Amirul Mukminin. Bukankah Allah memberik kecukupan kepada orang yang berserah diri dan Dia pulalah yang berjanji untuk memberikan jaminan rizki kepada makhluk-Nya,” kata salah satu pemuda.
Tetapi, jawaban Khalifah Umar justru membuat mata para pemuda itu terbelalak.
” Kalian bukan tipe orang yang berserah diri kepada Allah. Orang yang berserah diri kepada Allah adalah orang yang rajin bekerja untuk menggali potensi alam dengan dan tanpa meninggalkan doa kepada-Nya,” jawab Khalifah Umar.
Khalifah Umar melanjutkan ucapannya, ” Hai umat manusia carilah rezeki di muka bumi, jangan kalian menjadi beban orang lain. Bekerjalah secara baik dan benar karena bekerja dengan seperti itu banyak dibutuhkan. Bila di antara kalian yang pandai berdagang, maka jadilah pedagang yang handal. Janganlah ada di antara kalian orang yang duduk bermalasan sambil berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah aku rezeki yang halal, yang banyak yang membawa berkah.’ Ingatlah, Allah tidak akan menurunkan hujan emas dari langit. Allah memberikan rezeki kepada umat manusia dengan disertai usaha, tidak datang begitu saja. Sesuai dengan usahanyalah seseorang akan memperoleh rezeki.”
*Pelajaran:*
*Satu,* tawakkal membuat seseorang muslim aktif, kreatif dan dinamis laksana pahlawan.
*Dua,* tawakkal dengan pengertian pasif, jumud dan stagnan merupakan pemahaman fatalisme  yang beranggapan manusia tinggal menjalankan takdir tidak ada kewajiban usaha dan itu tidak dibenarkan di dalam Islam.
*Tiga,* 2 rangkaian perbuatan sebelum tawakkal: tekad yang kuat dan usaha maksimal.
*Empat,* bagi orang yang memiliki pemahaman qodariyah yang mengandalkan usaha tanpa tawakal maka akan timbul kecewa dengan hasil yang diterimanya tidak sesuai harapan. Padahal manusia hanya punya kewajiban ikhtiar sedangkan hasilnya adalah Allah yang menentukan.
*Lima,* bagi orang yang memiliki pemahaman jabariyah yang mengandalkan tawakal tanpa ikhtiar jelas ini menafikan kewajibannya sebagai hamba untuk berusaha.
*Enam,* manusia sebagai khalifatullah, memiliki kewajiban untuk menjadi pemakmur bumi dan menjadi wakil Allah dalam membumikan syariat Islam dengan hasilnya diserahkan kepada Allah. Dan sebagai umat Nabi Muhammad kita berkewajiban sebagai amar ma’ruf-nahi mungkar dengan menyerahkan  Hidayah berada di tangan Allah.
*Tujuh,* Tawakal bukan saja akhir sebuah rangkaian perjalanan, bahkan ia adalah awal sebuah perjalanan itu sendiri. Ketika keluar rumah kita dianjurkan doa yang di dalamnya ada ada konten tawakal. Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,
إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ: “بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ” قَالَ: « يُقَالُ حِينَئِذٍ: هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ. فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ، فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ: كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِىَ وَكُفِىَ وَوُقِىَ
“Jika seseorang keluar dari rumahnya lalu membaca (zikir): Bismillahi tawakkaltu ‘alallahi, walaa haula wala quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya), maka malaikat akan berkata kepadanya: “(sungguh) kamu telah diberi petunjuk (oleh Allah Ta’ala), dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan)”, sehingga setan-setanpun tidak bisa mendekatinya, dan setan yang lain berkata kepada temannya: Bagaimana (mungkin) kamu bisa (mencelakakan) seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga (oleh Allah Ta’ala)?” (HR Abu Dawud , At-Tirmidzi  dan Ibnu Hibban)
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *