Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia dari satu asal keluarga yaitu Adam dan Hawa. Karena dari nasab yang sama, maka kita tidak boleh saling membanggakan nasab. Allah menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling berkenalan, bukan untuk saling membanggakan bangsa dan suku. Karena kemuliaan di sisi Allah adalah dari segi ketakwaan. Firman-Nya:

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenali. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti.” (QS Al-Hujurat : 13)

 

Ayat ini, Menurut Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah dalam Tafsir Al-Wajiz, diturunkan saat terjadi ejekan terhadap Bilal yang menaiki Ka’bah pada hari penaklukkan Mekah untuk mengumandangkan adzan, Kemudian Nabi SAW memanggil dan menegur mereka (yang mengejek) agar tidak membanggakan nasab.

 

Hadits berikut senada dengan ayat di atas:

 

عن جابرُ بنُ عبدِ اللهِ رضِيَ اللهُ عنهما أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خَطَبَ أصحابَه في حَجَّةِ الْوَداعِ في أوْسَطِ أيَّامِ التَّشْريقِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى، أَبَلَّغْتُ ؟ قَالُوا: بَلَّغَ رَسُولُ اللَّه

 

“Dari Jabir bin Abdullah semoga Allah meridhai keduanya, sesungguhnya nabi shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah dihadapan pengunjung haji wada’ diwaktu hari tasyriq: “Wahai umat manusia, ingatlah bahwa Tuhan kalian adalah satu, dan nenek moyang kalian juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa Arab atas bangsa non-Arab, juga bangsa non-Arab atas bangsa Arab; bangsa berkulit putih atas bangsa kulit hitam, juga bangsa kulit hitam atas bangsa kulit putih, kecuali karena ketakwaannya. Apakah aku sudah menyampaikan?” Mereka [para sahabat] menjawab, “Rasulullah saw. telah menyampaikan.” (HR Ahmad).

 

Ini adalah penegasan Nabi saw. saat khutbah Haji Wada’. Dengan tegas Nabi saw. menyatakan bahwa identitas ketakwaan atau Islam itulah satu-satunya identitas yang ada; sementara identitas kesukuan, etnis dan bangsa semuanya telah dilebur dalam identitas keislaman. Karena itu meski suku, etnis dan bangsa tertentu jumlahnya banyak, itu tidak menentukan kedudukannya di dalam Islam. Yang menentukan adalah kualitas ketakwaan atau keislamannya.

 

Dengan demikian aspek dan faktor kemuliaan karena kesukuan, etnis dan bangsa yang menjadi penyebab lahirnya kelompok mayoritas dan minoritas jelas telah dihapus oleh Islam. Sebabnya, siapapun sama kedudukannya di dalam Islam. Inilah yang juga ditunjukkan oleh Nabi saw. ketika beliau mengangkat Muhammad bin Maslamah untuk menjadi pimpinan sementara di Madinah, selama Nabi saw. tidak berada di tempat saat berperang. Padahal Muhammad bin Maslamah bukan dari suku Quraisy. Begitu juga Abu Bakar yang dari suku Quraisy menjadi Khalifah, menggantikan Nabi saw., meski suku Quraisy di Madinah merupakan suku minoritas karena yang menjadi pertimbangan bukan faktor kesukuan, tetapi keislamannya.

 

Rasulullah SAW. datang salah satunya juga dalam rangka menghapus dan menenggelamkan superioritas suku dan kaum tertentu. Bagaimana tidak? hal ini terlihat dari fakta historis yang mengungkap bahwa aspek kesukuan pada masa itu masih sangat kental.

 

Juga islam datang salah satu juga dalam rangka menghapus adanya perbudakan dan penjajahan. Bagaimana tidak? hal ini terlihat dari fakta ajarannya dan perjalanan sejarah membuktikan, diantara sebagai ciri khas ajaranya yaitu: al-insaniyah wal musawah (kemanusiaan dan persamaan harkat dan martabat). Karomatul insan (memuliakan kehidupan manusia), kemerdekaan yang bertanggung jawab, al-wahdah wal-ukhuwah (persatuan dan persaudaraan).

 

*Kesimpulan:*

 

*Satu,* identitas ketakwaan atau Islam itulah satu-satunya identitas kemuliaan yang ada.

 

*Dua,* siapapun sama kedudukannya di dalam Islam. aspek dan faktor kemuliaan karena kesukuan, etnis dan bangsa yang menjadi penyebab lahirnya kelompok mayoritas dan minoritas jelas telah dihapus oleh Islam.

 

*Tiga,* ciri khas ajaran Islam yaitu: al-insaniyah wal musawah (kemanusiaan dan persamaan harkat dan martabat). Karomatul insan (memuliakan kehidupan manusia), kemerdekaan yang bertanggung jawab, al-wahdah wal-ukhuwah (persatuan dan persaudaraan). Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *