Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Islam, dengan keindahan ajarannya, menyuruh saling memuliakan sesama muslim dengan melarang penodaaan terhadap darah, harta dan harga diri. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sendiri melarang umatnya untuk melakukan akhlak yang rendah semacam itu. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah raḍiyallahu’anhu beliau bersabda:

 

كلُّ المسلِمِ على المسلِمِ حرامٌ ، دمُهُ ، ومالُهُ ، وعِرضُهُ

 

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darah (dibunuh), harta (dicuri) dan harga dirinya (dicederai).” (HR. Muslim)

 

Islam mengajak kaum muslimin untuk bersaudara, saling kasih sayang dan asah-asih-asuh, tanpa mencederai satu sama lainnya. Hadits riwayat dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

 

سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وقِتَالُهُ كُفْرٌ

 

“Mencaci muslim merupakan perbuatan fasiq dan membunuhnya perbuatan kufur.” (HR. Bukhari)

 

Dalam hadits ini Rasulullah melarang umatnya untuk mencaci maki dan mencela saudara muslim lainnya dan menjelaskan bahwasannya mencederai harga diri saudaranya dan mencelanya dianggap perbuatan fasik. Sebuah perbuatan yang menunjukkan seseorang keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan melakukan larangan dari keduanya.

 

Mencaci muslim perbuatan fasik sedangkan membunuhnya perbuatan kufur. Yang dimaksud kufur di sini bukan berarti keluar dari agama. Kata kafir di sini digunakan dengan tujuan larangan yang sangat keras agar orang yang mendengarkan hadits ini tidak sembarangan melakukannya atau penggunaan kafir di sini yang dimaksud adalah karena pembunuhan terhadap manusia merupakan perbuatan penyerupaan terhadap orang kafir. Terkadang penggunaan kafir juga bisa secara hakikat, apabila pelakunya menghalalkan pembunuhan.

 

Dalam riwayat asal menurut Imam Bukhari, ada seorang tabiin yang bernama Abu Wa’il Syaqiq bin Salamah bertanya kepada Abdullah Bin Masud radhiyallahu’anhu tentang seks Murji’ah yakni sekelompok orang yang berpendapat bahwasanya maksiat yang dilakukan seseorang yang tidak membahayakan keimanannya dan berpendapat bahwasanya pelaku dosa besar bukan termasuk orang fasik. Untuk merespon pertanyaan tersebut Ibnu Mas’ud meriwayatkan hadis ini dan di dalam hadits tersebut ada pernyataan bahwasanya perbuatan maksiat membahayakan keimanan pelakunya.

 

Berkenaan dengan pembunuhan secara sengaja terhadap muslim, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا

 

“Dan siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’: 93)

 

Pembunuh seorang mu’min dengan sengaja, menurut ayat ini, mendapat ancaman kekal dalam jahanam dari Allah Pemilik setiap jiwa. Bahkan dalam ayat lain membunuh 1 jiwa sama dengan membunuh seluruh manusia. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah!

 

*(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *