Oleh: Hayat Abdul Latief
Dalam ilmu hitung ada bilangan ganjil dan genap. Bilangan ganjil adalah bilangan asli yang bukan kelipatan dari 2 dan tidak habis dibagi 2. Contoh bilangan ganjil positif adalah 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, dan seterusnya. Sedangkan bilangan genap adalah bilangan asli yang merupakan kelipatan dari 2 atau habis dibagi 2. Contoh bilangan genap positif adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan seterusnya.
Di dalam Syari’ah Islam ada perintah shalat, baik shalat wajib ataupun shalat sunnah. Shalat wajib lima waktu ada yang jumlahnya ganjil 3 rakaat, yakni shalat Maghrib, namun tidak disebut shalat witir. Sedangkan shalat sunnah semuanya genap, kecuali shalat witir.
Kalimat “يحب الوتر (Allah menyukai witir)” diucapkan oleh Rasulullah dalam paling tidak memiliki dua konteks.
1. Dalam konteks shalat witir.
إن الله وتر يحب الوتر فأوتروا يا أهل القرآن
“Sesungguhnya Allah itu witir (One and Only), menyukai witir. Maka, kerjakanlah shalat witir, wahai ahlul quran (kaum mukmin)!” (HR. Tirmidzi).
Makna kalimat يحب الوتر (menyukai witir) dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi itu, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi (syarah kitab Jami’ al-Tirmidzi),
يثيب عليه ويقبله من عامله
“Allah akan membalas-kebaikan atas witir dan akan menerima witir itu dari orang yang menjalankannya”.
Dari penjelasan dalam kitab syarah itu, makna yang paling masuk akal untuk kata الوتر (witir) dalam kalimat يحب الوتر (menyukai witir) maksudnya adalah “shalat witir”, bukan “bilangan ganjil”. Apalagi kalimat berikutnya adalah tentang seruan menjalankan shalat witir. Maka, pemahaman hadis di atas –Wallahu wa Rasuluhu a’lam– adalah “Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya. Allah menyukai shalat witir. Maka, kerjakanlah shalat witir, wahai ahlul quran (orang-orang beriman)”.
2. Rasulullah menyampaikan “يحب الوتر (Allah menyukai witir)” dalam konteks penjelasan tentang Asmaul Husna, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
لله تسعة وتسعون اسما مائة إلا واحدا لا يحفظها أحد إلا دخل الجنة وهو وتر يحب الوتر
“Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama. Orang yang mampu ‘menjaganya’ akan masuk ke surga. Allah itu satu-satunya. Allah menyukai ‘witir’.”
Dalam hadis inilah الوتر dalam kalimat “يحب الوتر (Allah menyukai witir)” bisa bermakna bilangan ganjil (lawan bilangan
genap). Hal itu sebagaimana penjelasan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari dan Imam al-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim. Menurut mereka, perihal Allah menyukai bilangan ganjil bisa dimengerti dari beberapa pensyariatan ibadah atau penciptaan makhluk yang memiliki unsur bilangan ganjil. Shalat wajib ada lima waktu, thawaf ada tujuh putaran, sa’i dilakukan tujuh kali, lemparan jamrah dilakukan tujuh kali, hari tasyrik berlangsung tiga hari berturut-turut, seminggu ada tujuh hari, langit diciptakan tujuh tingkatan, dan lain-lain.
Penjelasan isyarat seperti itu sah-sah saja, dengan catatan tadi itu: ada unsur-unsur kebenaran di dalamnya. Dalam contoh kasus pemaparan Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Imam An-Nawawi adalah benar bahwa shalat fardu adalah syariat Allah, benar bahwa jumlah shalat fardu ada lima yang merupakan bilangan ganjil. Maka, ketika shalat lima waktu digunakan untuk menjelaskan makna “Allah menyukai bilangan witir” maka hal itu benar.
Selanjutnya, mari kita perhatikan ayat berikut,
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
“Demi yang genap dan yang ganjil.” (QS. Al-Fajr: 3)
Diantara sekian banyak tafsiran terhadap ayat di atas, satu tafsir diantaranya; yang genap itu adalah makhluk Allah, (malaikat jumlahnya banyak, tidak satu – jin jumlahnya banyak, tidak satu – manusia jumlahnya banyak, tidak satu dan seterusnya), sedangkan yang ganjil adalah Allah Maha Esa, tidak ada dua-Nya dan tidak ada yang serupa dengan-Nya (One and Only).
Alhasil, menurut keterbatasan pengetahuan penulis, lafadz الوتر bila dikaitkan dengan Allah subhanahu wa ta’ala, maknanya Allah Satu dan Satu-satunya, bila dikaitkan dengan shalat, الوتر maknanya shalat witir dan bila berkaitan dengan bilangan, makna الوتر adalah bilangan ganjil: 1, 3, 5, 7 dan seterusnya (lawan bilangan genap). Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah!
*(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)*